Mengawali tahun baru 2025 dengan bekerja adalah bukan hal yang banyak orang rencanakan, begitu juga dengan kami. Namun kesempatan untuk nimbrung di konser Kunto Aji, Urup 2025 terlalu disayangkan jika dilepas begitu saja. Bagi kami, ada banyak alasan kenapa kami harus mengambil kesempatan ini dan ada di sana untuk berkolaborasi maupun berjejaring dengan para manusia yang bangun lebih dini daripada imam masjid itu. Di sana kami membawa program ‘Pehagengsi Warm Session (PWS)’. Sesi hangat untuk pagi yang dingin.
Malam itu dengan melawan arus tahun baru, kami–gerombolan Tutbek, Pehagengsi dan Hagia–berangkat tanggal 31 dini hari. Mobil digas ketika kembang api pergantian tahun baru saja disemburkan ke langit-langit, yang segera dibalas dengan air hujan. Karena Jogja malam itu sedang basah-basahnya.
Perjalanan tidak memakan banyak waktu berkat GPS offline–sebut saja Mas Aryo–yang membuat kami sampai lebih cepat dari yang diperkirakan. Benar saja, sesampainya di sana venue jadi tempat yang cocok untuk iklan sabun pemutih karena tanah dan rumputnya super becek. Tidak ada sandal/sepatu yang selamat dari balutan lumpur keesokan harinya.
Malam masih panjang sesampainya Mas Kiki dan Em men-dress-up booth-nya. Namun setelahnya subuh juga datang dengan cepat. Setelah hujan reda, embun turun dan digantikan dengan matahari terbit, kami bersiap di pos masing-masing untuk menjalankan misi. Tutbek dengan seabrek koleksi totebag dan live sablonnya, Hagia dengan alat tempur untuk live drawing-nya dan Pehagengsi dengan karpet merahnya :D
Oh iya, di Urup 2025 ini kami berada di area barisan Pasar Urup. Jadi, banyak orang yang singgah di area ini.
Setelah sesi Mas Kun bernyanyi selesai, kerumunan penonton mulai bergeser ke area Pasar Urup. Pehagengsi “warm session” mulai terjadi, entah bagaimana awalnya. Bisa jadi karena kaos Mas Kiki tertulis ‘Cilacap Music Fest’ yang tercetak hampir di seluruh baju depannya atau berawal dari satu atau obrolan yang lama-lama menjadi besar. Sesi hangat ini didominasi oleh teman-teman dari Republik Ngapak khususnya dari Cilacap-Purwokerto.
Bagiku yang sudah lama meninggalkan ekosistem kreatif Cilacap bertahun-tahun lalu, membuatku penasaran bagaimana kultur ekosistem kreatif khususnya di Cilacap dewasa ini. Btw aku dari Cilacap coret alias Maos hehehe. Lontaran dan sambung menyambung life update dunia kreatif di Cilacap yang disampaikan oleh gerombolan Dismas, Chiko, Rere, Rehan, dkk itu membuat kami hanyut dalam ‘sesi hangat’ membicarakan seputar ekosistem kreatif di sana. Tidak ada yang sia-sia mengganti tahun baru dengan bekerja. Dalam hati kami, entah kapan dan saat apa, ada keinginan yang tidak terucap untuk nantinya berkolaborasi dalam hal-hal yang bisa kami lakukan bersama.
Pehagengsi “warm session” itu diakhiri dengan matahari yang mulai meninggi dan mata yang mulai terkantuk-kantuk, namun dengan hati yang penuh, matahari yg mulai meninggi dan mata-mata yang mulai merunduk pula. Sampai jumpa di "warm session" tahun depan. Tidak ada hal yang tiba-tiba terjadi, tapi banyak hal yg bisa kita ciptakan tiba-tiba. Selamat hari film nasional :D
Foto & Teks: Dinda Oktavianan